LJKNB Wajib Terapkan Manajemen Risiko Penggunaan TI

- 7 April 2021, 12:33 WIB
LJKNB Diwajibkan Terapkan Manajemen Risiko Penggunaan TI. / Twitter@OJK_Indonesia
LJKNB Diwajibkan Terapkan Manajemen Risiko Penggunaan TI. / Twitter@OJK_Indonesia /

 

LENSA BANYUMAS - Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB) mulai sekarang diwajibkan menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam penggunaan teknologi informasi (TI). 

Hal itu sesuaid engan POJK Nomor 4/POJK.05/2021.

“POJK ini melengkapi semua POJK yang akan dikeluarkan dan mengarahkan bagaimana LJKNB menjadi lebih baik lagi ke depannya,” kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB 1A OJK Dewi Astuti di Jakarta, hari Rabu 7 April 2021.

Baca Juga: Selama Hari Libur Paskah, 62 Ribu Penumpang Keluar Masuk Bandara I Gusti Ngurah Rai

Dikutip Lensa Banyumas-PIKIRAN RAKYAT.com dari ANTARA, Dewi menjelaskan penerapan itu dilatarbelakangi oleh adanya perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan disruptif sehingga LJKNB harus melalukan penyesuaian untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan operasional.

Tak hanya itu, pemanfaatan teknologi informasi juga memiliki potensi risiko yang dapat merugikan LJKNB dan konsumen sehingga LJKNB dituntut untuk melakukan pengendalian atas kemunculan risiko tersebut.

Kemudian peraturan ini dirilis sebagai bentuk harmonisasi dan integrasi ketentuan mengingat di sektor IKNB belum terdapat ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan informasi teknologi.

Dia juga menyebutkan LJKNB yang merupakan subjek dari peraturan ini adalah perusahaan peransuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, perusahaan pegadaian, dan lembaga penjamin.

Berikutnya adalah penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis TI, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, serta PT PNM (Persero).

“Ini LJKNB yang menggunakan teknologi informasi dalam penyelenggaraan usahanya,” terang Dewi.

Ruang lingkup manajemen risiko teknologi informasi oleh LJKNB, lanjut Dewi, adalah pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris, kecukupan kebijakan dan prosedur penggunaan TI, dan sistem pengendalian internal atas penggunaan TI.

Kemudian ruang lingkup berikutnya termasuk mengenai sistem pengendalian internal atas penggunaan teknologi informasi.

"POJK ini mengatur di antaranya mengenai LJKNB yang memiliki total aset lebih dari satu triliun Rupiah wajib memiliki komite pengarah teknologi informasi, LJKNB wajib memiliki kebijakan dan prosedur TI, serta LJKNB wajib menyampaikan rencana pengembangan TI," urai Dewi. 

LJKNB selanjutnya wajib memiliki rencana pemulihan bencana, LJKNB dengan total aset sampai Rp. 500 miliar wajib melakukan rekam cadang data, serta LJKNB dengan total aset lebih dari Rp. 500 miliar sampai  satu triliun Rupiah wajib memiliki pusat data dan melakukan rekam cadang data.

Sedangkan LJKNB dengan total aset lebih dari Rp1 triliun wajib memiliki pusat data dan pemulihan bencana.

Ketentuan dalam POJK tersebut mulai berlaku satu tahun sejak peraturan tersebut diundangkan pada 17 Maret 2021 khususnya bagi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dan LJKNB yang memiliki total aset lebih dari satu triliun Rupiah. 

Sementara itu, POJK tersebut mulai berlaku dua tahun sejak peraturan diundangkan bagi LJKNB yang memiliki total aset lebih dari Rp500 miliar sampai satu triliun Rupiah. 

POJK ini juga akan berlaku mulai tiga tahun sejak peraturan diundangkan bagi LJKNB yang memiliki total aset sampai Rp. 500 miliar.

'Di sisi lain, ketentuan mengenai penempatan sistem elektronik pada pusat data dan/atau pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia berlaku pada tanggal diundangkan,"imbuh Dewi.***

Editor: Rama Prasetyo Winoto

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

x