Dari pembukaan yang dramatis mengenai masa depan Bumi dan generasi yang akan datang, cukup membuat perasaan enggak nyaman alias bikin tertegun.
Sekuens yang ditampilkan membuat kita tertegun sejenak, menghentikan tawa, hingga berpikir bahwa jangan-jangan sampah dalam film dokumenter ini adalah sampah kita.
Ada adegan pembuka dan penutup yang akan menjawab, apakah kantong plastik yang mengklaim ramah lingkungan bisa terurai selama enam bulan dalam laut.
Nyatanya, meski diklaim terbuat dari cassava atau ubi kayu, masih terdapat zat plastik yang belum bisa terurai, karena tidak benar-benar dari tumbuhan, maka hanya zat tumbuhan saja yang terurai.
Film Pulau Plastik juga menggambarkan perjalanan penelusuran sampah plastik sampai masuk ke tubuh manusia.
Melalui aksi Gede Robi dan Bali dan Prigi Arisandi dari Jawa Timur, keduanya memandu perjalanan truk sampah dari Ubud—Jakarta.
Keduanya bertemu dengan Tiza, aktivis asal Jakarta yang juga dalam kehidupan sehari-hari mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Tiza bersama aktivis lingkungan di Ibukota pun melakukan aksi nyata, mulai dari talk show hingga mengadakan kegiatan pawai bebas plastik pada 21 Juli 2019 di Bundaran HI hingga lapangan Monas.
Sampah plastik telah lama menjadi perhatian karena dampak buruk plastik terhadap lingkungan.
Bukan hanya kematian satwa laut seperti penyu, ikan, atau paus, sampah plastik juga berbahaya bagi manusia karena tingkat mikroplastik yang ikut terbawa pada makanan yang kita konsumsi.