Transplantasi Ginjal Sebelum Dialisis untuk Kualitas Hidup Lebih Baik

- 15 April 2021, 21:06 WIB
Prosedur Transplantasi Ginjal./ fk.ui.ac.id
Prosedur Transplantasi Ginjal./ fk.ui.ac.id /

LENSA BANYUMAS - Bagi kebanyakan pasien penderita gagal ginjal kronik, menjalani hari-hari dengan hemodialisis adalah sebuah keharusan.

Jika tidak melakukan dialisis (cuci darah), tentu saja badan akan terasa tidak enak dan kualitas hidup pasti menurun. 

Disisi lain, kebanyakan orang percaya bahwa transplantasi ginjal merupakan jalan terakhir jika proses dialisis tidak berhasil. 

Baca Juga: Bagi Pasien Diabetes dan Gagal Ginjal, Berikut Panduan Makanan Yang Baik

Padahal, transplantasi ginjal bisa dilakukan sebelum pasien menjalani proses dialisis.

Tindakan ini disebut sebagai transplantasi preemtif yang dilakukan sebelum fungsi ginjal memburuk ke titik rendah di mana membutuhkan proses dialisis. 

Dilansir Lensa Banyumas-PIKIRAN RAKYAT.com dari kpcdi.org, Advocate and Kidney Advocacy Committee Regional Leader National Kidney Foundation (NKF) Jim Myers, menjelaskan di Amerika Serikat hanya 2,5 persen dari semua pasien yang menjalani proses transplantasi ginjal yang bersifat preemtif.

Angka tersebut jelas sangat kecil dibandingkan angka yang melakukan dialisis.

Padahal, transplantasi preemtif dianggap sebagai metode transplantasi yang lebih disukai jika dibandingkan dengan transplantasi pasca dialisis.

Jim melihat transplantasi ginjal preemtif sampai hari ini masih kurang populer meskipun manfaatnya lebih besar daripada transplantasi pasca dialisis–dan juga melakukan dialisis itu sendiri.

Manfaat transplantasi ginjal preemtif antara lain bisa memiliki kualitas hidup lebih baik dan biaya yang dibutuhkan juga jauh lebih murah jika dibandingkan dengan biaya dialisis.

Data BPJS Kesehatan di Indonesia untuk satu kali tindakan transplantasi ginjal dibutuhkan biaya Rp. 341 juta, sementara dialisis membutuhkan biaya Rp. 92 juta per tahun untuk satu pasien. 

Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan transplantasi preemtif kurang begitu dikenal.

Pertama, kurangnya rujukan dari dokter untuk melakukan proses transplantasi atau dokumen yang tidak lengkap sehingga menunda proses transplantasi.

Kedua, donor hidup yang masih kurang dan belum merata ataupun dibutuhkan masa observasi yang cukup lama.

“Perbaikan untuk beberapa masalah ini adalah dengan mendidik pasien dengan lebih baik tentang sifat asli dari transplantasi preemtif dan calon pendonor,” kata Jim sebagaimana dikutip dari NKF, Kamis 15 April 2021.

Menurutnya, dibutuhkan pengetahuan yang lebih baik dari pasien tentang pilihan terapi gagal ginjal termasuk transplantasi preemtif.

Langkah-langkah tepat dibutuhkan agar proses donor bisa berjalan dengan cepat serta memberikan rasa nyaman dan aman bagi penerima dan pendonor itu sendiri.

“Sebagian besar calon pendonor telah membuat komitmen pribadi dan moral kepada calon penerima untuk menyumbang. Penundaan, meskipun terkadang tidak dapat dihindari, dapat menyebabkan frustasi bagi si pendonor,” ungkap Jim. 

Kini, sudah saatnya para dokter dan staf kesehatan untuk memberikan pendidikan kepada pasien bahwa terapi transplantasi sebelum dialisis jauh lebih baik dilakukan.

Itu pun, jika pendidikan sudah dilakukan maka harus juga diimbangi dengan proses rujukan yang tepat demi kesehatan pasien yang lebih baik. 

Bagi Jim, transplantasi preemtif adalah pilihan terbaik untuk pasien yang penyakit ginjalnya berkembang menjadi gagal ginjal.

Diskusikan transplantasi ginjal dengan dokter sebelum melakukan tindakan.

Intinya orang yang menerima transplantasi ginjal terlebih dahulu memiliki peluang lebih besar untuk bertahan hidup dan kualitas hidup yang lebih baik daripada mereka yang menerima transplantasi setelah memulai dialisis.***

Editor: Rama Prasetyo Winoto

Sumber: Kpcdi.org


Tags

Artikel Pilihan

Terkini