Peran Bapas Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, Ini Penjelasan PK Ahli Madya Bapas Kelas II Purwokerto

- 18 November 2021, 21:33 WIB
Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya pada Kantor Bapas Purwokerto, Hadi Prasetiyo H, AKS., M.H. / Bapas Kelas II Purwokerto
Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya pada Kantor Bapas Purwokerto, Hadi Prasetiyo H, AKS., M.H. / Bapas Kelas II Purwokerto /

LENSA BANYUMAS - Di dalam Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara.

Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Ahli Madya Bapas Kelas II Purwokerto, Hadi Prasetiyo mengatakan dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Karena itu, kata Hadi, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia.  

Baca Juga: Diversi Sebagai Alternatif Pemidanaan Bawa Angin Segar Bagi Masa Depan ABH, Ini Penjelasan PK Muda Bapas

Lebih lanjut ia mengungkapkan Balai Pemasyarakatan (Bapas) mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mewujudkan terpenuhinya hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

"Kemudian pada pasal 1 angka 2 dijelaskan juga bahwa anak yang berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana," urai Hadi.

Selain itu pada pasal 1 angka 3 juga dijelaskan bahwa anak yang berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berusia 12 tahun, namun belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Pada pasal 1 angka 6 disebutkan pula bahwa Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. 

Masih pada pasal 1 angka 7, kata Hadi, dijelaskan bahwa diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

"Dan pada pasal 1 angka 13 diamanahkan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak didalam dan di luar proses peradilan pidana," jelasnya. 

Selanjutnya di pasal 1 angka 24 juga dijelaskan bahwa Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan Tugas dan Fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

Di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2020 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19, pada pasal 1 angka 9 dijelaskan bahwa penelitian kemasyarakatan adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif dalam rangka penilaian untuk kepentingan Pelayanan Tahanan, Pembinaan Narapidana, dan Pembimbingan Klien.

"Di dalam Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada pasal 5 ayat (1) bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif," sebut Hadi.

Menurutnya, untuk mencapai Keadilan Rstoratif tersebut wajib diupayakan diversi.

"Upaya diversi ini wajib dilakukan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri," papar Hadi. 

Di dalam pasal 8 ayat (1) bahwa Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.

Kemudian di pada pasal 9 ayat (1) disebutkan bahwa Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan diversi harus mempertimbangkan; a.kategori tindak pidana; b. umur Anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Dan di pasal 10 ayat (2) dijelaskan bahwa Kesepakatan diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan.

"Rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dalam hal ini adalah Rekomendasi yang terdapat di dalam Penelitian Kemasyarakatan,"terang Hadi.

Kemudian pada pasal 14 ayat (2) bahwa Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan.

Peran Bapas, lanjut Hadi, melalui Pembimbing Kemasyarakatan sangat terlihat jelas di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diantaranya; Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan, Pendampingan dalam sidang, pembimbingan dan pengawasan.

"Penelitian Kemasyarakatan yang telah disusun oleh Pembimbing Kemasyarakatan akan digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh Penyidik dalam proses Diversi di tingkat Kepolisian dan di tingkat Pengadilan,"ujarnya.

Dan pada pasal 27 ayat (1) dijelaskan bahwa dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.

Kemudian pada pasal 55 ayat (1) bahwa Dalam sidang anak, Hakim wajib memerintahkan orang tua/Wali atau pendamping, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi anak.

Selanjutnya di dalam pasal 60 ayat (3) dijelaskan bahwa Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. Ayat (4) Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan batal demi hukum.

Berikutnya di dalam pasal 64 ayat (1) bahwa Penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.

Kemudian pada pasal 85 ayat 4 bahwa Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan pembinaan. Dan pada ayat 5 dinyatakan bahwa BAPAS wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Dari ketentuan-ketentuan tersebut, Hadi mengatakan bahwa sejak penyidikan terhadap Anak Berkonflik Dengan Hukum (pra adjudikasi) yang dilakukan oleh Penyidik, Bapas sudah mulai mendampingi pada saat pemeriksaan.

Dan melalui Penelitian Kemasyakatan, Bapas memberikan rekomendasi kepada Penyidik apakah perkara anak tersebut akan diteruskan ke proses sidang pengadilan atau akan dilakukan upaya diversi.

"Bila dilakukan upaya Diversi, maka Bapas melalui Pembimbing Kemasyarakatan akan mendampingi Anak Berkonflik Dengan Hukum pada saat proses diversi berlangsung,"kata Hadi.

Kemudian ketika hasil kesepakatan diversi dilaksanakan, maka Bapas akan melaksanakan tugas pengawasan dan pembimbingan.

Namun apabila dalam pelaksanaan kesepakatan diversi ini tidak dilaksanakan, maka pada saat proses pembimbingan terjadi pelanggaran dari hasil kesepakatan atau anak melakukan tindak pidana lagi, maka Pembimbingan Kemasyarakatan melaporkan hal tersebut dan kasus dapat dilanjutkan kembali.

Jika hasil Penelitian Kemasyarakatan memberikan rekomendasi untuk diteruskan ke Sidang Pengadilan, maka setiap kali dilaksanakan persidangan, Bapas wajib hadir untuk melakukan pendampingan (adjudikasi).

Kemudian pada saat Hakim akan menjatuhkan putusan terhadap Anak Berkonlik Dengan Hukum ini, maka rekomendasi Bapas yang ada dalam Penelitian Kemasyarakatan, wajib menjadi bahan pertimbangan hakim.

Sesudah Hakim menjatuhkan putusan dan Anak Berkonflik Dengan Hukum mulai melaksanakan putusan, maka Bapas akan melaksanakan pengawasan dan pembimbingan (post adjudikasi).

Pengawasan dan Pembimbingan itu akan diberikan melalui rekomendasi dalam Penelitian Kemasyarakatan untuk pembinaan tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir.

Setelah Anak Berkonflik Dengan Hukum tersebut menjalani pembinaan dan akan mengusulkan program asimilasi dan atau Integrasi, maka Bapas akan memberikan rekomendasi apakah layak untuk diberikan program tersebut.

Apabila rekomendasi Bapas menyatakan layak, maka Anak yang Berkonflik Dengan Hukum ini akan mendapatkan program asimilasi / integrasi dan pembinaan yang sebelumnya dilaksanakan di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) akan diteruskan di tempat tinggalnya yang berbaur dan berintegrasi dengan masyarakat.

Nah pada saat kembali ke masyarakat ini,kata Hadi, Bapas akan melaksanakan tugas pembimbingan dan pengawasan.

"Bapas melalui Pembimbing Kemasyarakatan akan melaksanakan pembimbingan baik berupa bimbingan kepribadian atau kemandirian. Pengawasan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dilaksanakan melalui kunjungan rumah/home visit," Hadi menguraikan.

Pengawasan dan pembimbingan ini dilaksanakan sampai diakhirinya bimbingan sesuai batas waktu yang telah ditentukan.

Ketika Anak Berkonflik dengan Hukum tersebut melakukan pelanggaran atau pengulangan tindak pidana pada saat sedang menjalani bimbingan dan pengawasan oleh Bapas, maka Bapas dapat mengusulkan pencabutan surat Keputusan tentang Asimilasi atau Integrasi.

"Apabila ini terjadi maka Anak yang Berkonflik dengan Hukum tersebut akan kembali menjalani sisa pidana yang telah dijalani di luar LPKA untuk dijalani kembali didalam LPKA,"tandasnya.

Begitu juga dengan pelaksanaan kesepakatan diversi, apabila kesepakatan ini tidak dilaksanakan, maka pada saat proses pembimbingan terjadi pelanggaran dari hasil kesepakatan atau anak melakukan tindak pidana lagi, maka Pembimbingan Kemasyarakatan melaporkan hal tersebut dan kasus dapat dilanjutkan kembali.

Hadi juga menggarisbawahi bahwa ada tiga tahap yang dilakukan oleh Bapas terhadap Anak Berkonflik Dengan Hukum.

"Yang pertama yaitu pendampingan pada saat sebelum sidang pengadilan (pra adjudikasi), yang kedua yaitu pendampingan pada saat proses sidang pengadilan (adjudikasi ) dan yang ketiga yaitu pada saat setelah sidang pengadilan (post adjudikasi)," imbuh Hadi.

Melalui rekomendasi Bapas yang ada di dalam Penelitian Kemasyarakatan menjadikan peran Bapas sangat vital dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Rekomendasi Bapas menjadi dasar Penyidik untuk melakukan proses diversi atau proses sidang Pengadilan.

Di dalam persidangan wajib dihadiri oleh Bapas dan dalam menjatuhkan putusan, Hakim wajib mempertimbangkan rekomndasi dari Bapas, bila tidak mempertimbangkan rekomendasi dari Bapas maka dapat batal demi hukum.

"Dan saat menjalani kesepakatan diversi atau putusan pengadilan, Bapas akan melaksanakan pembimbingan dan pengawasan dengan melibatkan Pekerja Sosial, Pemuka Masyarakat maupun lembaga-lembaga yang lain,"tutupnya.***

Editor: Rama Prasetyo Winoto

Sumber: Bapas Kelas II Purwokerto


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x