Bhutan, Negara Kecil Di Timur Pegunungan Himalaya yang Bebas Emisi Karbon

18 Mei 2021, 16:34 WIB
Keadaan alam Bhutan. / wanaswara.com /

LENSA BANYUMAS - Setiap negara pasti menghasilkan emisi karbon dengan jumlah yang berbeda dan memiliki hutan yang dapat menyerap emisi karbon dengan tingkah yang berbeda pula.

Ada negara yang menghasilkan emisi karbon yang besar dan memiliki hutan yang tidak dapat menyerap emisi karbonnya sendiri karena keadaan hutan mereka yang dapat dikatakan kurang layak, sehingga jejak emisi karbon tidak dapat dikendalikan.

Ada pula negara yang menghasilkan emisi karbon yang lumayan besar tetapi hutan negara tersebut dapat menyerap emisi karbon tersebut, karena hutan negara tersebut dapat menyerap emisi karbon dan menghasilkan lebih besar O2 daripada CO2.

Baca Juga: Gal Gadot Diserang Netizen, Karena Mendukung Israel

Sehingga emisi karbon bisa terserap sempurna oleh hutan. Jumlah emisi karbon yang tak terkendali ini yang dapat menyebabkan pemanasan global (global warming).

Tapi tidak begitu dengan Bhutan, negara kecil yang memiliki luas hutan sekitar 70 persen dari luas negara mereka.

Bhutan, negara kecil yang mungkin tak banyak orang mengetahui negara ini. Negara kecil dengan ibu kota di Timphu ini berada di timur Pegunungan Himalaya, Asia Selatan.

Hutan negara ini yang sangat luas menjadi investasi masa depan mereka. Masyarakat di sana dapat hidup dengan layak berkat hutan mereka yang terjaga dengan baik.

Sebagian besar dari penduduk Bhutan adalah petani dan pengelola hutan. Kehidupan mereka bergantung pada hutan mereka.

Bahkan pemerintah membuat peraturan yang mengatur hutan mereka, karena tak ingin hutan mereka rusak.

Maka tidak heran jika Bhutan yang memiliki hutan yang luas dan terjaga menjadi negara yang negatif dari jejak emisi karbon.

Di negara tersebut mereka sangat menjaga hutan. Bagi mereka kebahagian ada ketika alam mereka lestari dan terjaga.

Meskipun mereka berada di antara dua negara besar, yakni China dan India yang terkenal akan ekonomi dan industri mereka yang terus berkembang tetapi Bhutan tidak terlalu terpacu untuk mengikuti jejak kedua negara besar tersebut.

Bagi Bhutan, hutan lebih utama daripada ekonomi industrial yang sedang marak terjadi. Bahkan Bhutan lebih tertarik dalam pengelolaan hutan.

Bhutan juga tidak terlihat ingin unggul di bidang ekonomi mereka. Dengan hutan mereka yang sangat luas tidak heran mereka dinobatkan sebagai negara yang negatif dari jejak emisi karbon.

Sehingga emisi karbon yang berjumlah sekitar 2,2 juta ton mampu diserap habis oleh hutan mereka. Karena dengan ukuran hutan yang sangat luas, hutan di negara tersebut mampu menyerap hingga 6 juta ton emisi karbon.

Sebenarnya bisa saja Bhutan membuka sektor pariwisata yang lebih terbuka dan bebas untuk wisatawan dari seluruh dunia.

Karena Bhutan memiliki panorama yang indah dan wisatawan bisa menikmati alam yang masih terjaga dengan baik.

Tetapi pemerintah tampak tidak terlalu tertarik dengan hal tersebut. Wisatawan sangat dibatasi sekali dalam melakukan perjalanan di sana tetapi bagi orang yang pernah ke Bhutan, mereka merasa bahwa warga Bhutan ramah walau negaranya tak begitu terbuka dalam masalah pariwisata.

Bagi mereka yang terpenting adalah alam terjaga dengan baik, maka hidup manusianya akan baik juga. Sewaktu putra mahkota lahir, kerajaan membuat kegiatan penanaman 82.000 bibit pohon untuk calon penerus kerajaan tersebut. 

Hal inilah yang membuat Bhutan berbeda dengan negara lain. Saat negara lain berjuang untuk mengurangi emisi karbon, Bhutan telah bebas dari emisi karbon yang mereka hasilkan.

Jika peraturan dan kebijakan Bhutan diikuti oleh negara lain, mungkin emisi karbon di dunia bisa berkurang sangat drastis dan pemanasan global tidak lagi berlanjut. 

Mungkin bumi bisa menjadi asri kembali. Namun dengan tingginya emisi karbon yang telah dihasilkan dunia, rasanya agak sulit untuk mencari solusi yang tepat untuk emisi karbon ini.

Ditambah lagi kebijakan-kebijakan yang berbeda di setiap negara. Tak mudah untuk mencari jalan keluarnya. 

Pemerintahan Bhutan tidak ingin hutan mereka dikorbankan untuk kepentingan ekonomi semata.

Daripada membabat habis hutan mereka, Bhutan memilih untuk mengolah hutan. Terbukti dengan profesi masyarakat Bhutan yang kebanyakan bekerja sebagai petani dan pengelola hutan.

Mereka menganggap hutan sebagai hal yang sakral. Pemerintah bahkan membuat konstitusi untuk hutan mereka.

Menurut Juergen Nagler, Pejabat Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa Bhutan  merupakan satu-satunya negara di dunia yang memiliki konstitusi negara untuk melindungi hutan mereka.

"Dokumen laporan pemerintah Bhutan kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCC) tahun 2015 lalu, menjadi bukti bahwa Bhutan adalah satu-satunya negara yang negatif emisi karbon. Secara internasional mereka sudah diakui sebagai negara yang ramah lingkungan," kata Juergen Nagler seperti dikutip dari Wanaswara.com.

Pada tahun 1999,  Bhutan sudah melarang melakukan ekspor kayu dari hutannya. Dan Pemerintah Bhutan melakukan regulasi yang ketat akan hal penambangan, perburuan, dan polusi di kawasan hutan mereka.

Kebijakan ini tentu saja memiliki maksud sebagai upaya untuk menjaga keadaan hutan agar tetap alami dan hewan yang ada di dalam hutan tetap mendapat hak hidup yang sama dengan manusia.

Hewan yang ada di Hutan Bhutan bahkan tetap bisa melakukan perpindahan antar kawasan hutan dengan bebas tanpa ada gangguan dari manusia. 

Pemerintahan Bhutan juga melarang pengguna plastik pada masyarakatnya. Selain menjaga hutan, masyarakat dan Pemerintahan Bhutan terus mencoba untuk tidak menggunakan plastik yang akan mencemari lingkungan mereka.

Kebijakan larangan penggunaan plastik tersebut juga diberlakukan untuk wisatawan. Selain plastik, rokok juga dilarang di negara tersebut.

Larangan yang cukup banyak. Tapi bagi masyarakat Bhutan hal seperti itu biasa. Buktinya negara ini berkali-kali mendapatkan gelar negara paling bahagia di Asia.

Hal ini mungkin bisa terjadi karena pemerintah memilih untuk terfokus pada pembangunan budaya, manusia, dan alam.

Ketiga isu tersebut menjadi hal yang fundamental dalam bernegara. Sehingga mereka tidak terpaku pada ekonomi industri yang begitu ketat dalam persaingannya.

Pemerintah Bhutan menanggapi isu emisi karbon dengan serius. Ada beberapa langkah yang mereka ambil untuk mengurangi emisi karbon mereka, yaitu: 

- Pengelolaan hutan lestari dan konservasi keanekaragaman hayati untuk memastikan layanan lingkungan yang berkelanjutan.

- Mendorong sistem transportasi rendah karbon. 

- Meminimalkan emisi gas rumah kaca melalui penerapan konsep zero waste dan praktik pengelolaan limbah berkelanjutan. 

- Mendorong ekonomi yang mandiri dan hijau menuju pembangunan yang netral dan berkelanjutan. 

- Mendorong generasi energi terbarukan yang bersih. 

- Mendorong praktik iklim pertanian ternak yang cerdas untuk berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan dan kemandirian. 

- Mendorong iklim pertanian yang cerdas untuk berkontribusi dalam mencapai ketahanan pangan dan gizi.

- Manajemen sisi permintaan energi dengan mempromosikan efisiensi energi dalam peralatan, bangunan, proses industri, dan teknologi.

- Strategi emisi rendah yang terintegrasi di permukiman perkotaan dan pedesaan melalui bangunan hijau, metode konstruksi berkelanjutan, dan kota-kota ramah lingkungan.

Bhutan telah melangkah lebih jauh dalam menanggapi  isu emisi karbon dari negara manapun yang ada di dunia.

Meski negara mereka tidak semaju atau se-modern negara lain, Pemerintah dan masyarakat tetap bersatu untuk menjaga alam mereka.

Tidak heran jika negara ini mendapat penghargaan sebagai negara paling bahagia se-Asia dan negara yang negatif jejak emisi karbon.

Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat Bhutan inilah yang menjadikan visi mereka dapat terwujud.

Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga sangat patut diacungi jempol. Tidak tanggung-tanggung, Pemerintah Bhutan pada Juni 2015 lalu melakukan kegiatan menanam pohon 49.672 dalam waktu 1 jam.

Sekitar seratus sukarelawan membantu kelancaran kegiatan tersebut. Dari kegiatan tersebut Bhutan membuat rekor dunia sebagai negara yang menanam 49.672 pohon dalam waktu 1 jam.

Pemerintah Bhutan membuktikan pada rakyat mereka bahwa pemerintahan peduli betul dengan isu lingkungan.

Bhutan tidak terlalu terpacu dalam ekonomi. Mereka lebih tertarik untuk menjaga alam. Bahkan pemerintah telah mengembangkan sistem indeks sendiri selama 46 tahun terakhir atau yang disebut dengan Gross National Happiness (GNP).

GNP negara Bhutan lebih mengacu pada pembangunan berkelanjutan, pelestarian budaya, perlindungan alam, serta pemerintahan yang bersih. Tidak heran masyarakat Bhutan sangat percaya pada raja mereka.

Ya, negara mungil ini adalah negara yang berbentuk monarki. Semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama. 

Hasil dari GNP ini adalah ekspor listrik terbarukan yang sama dengan ukuran 17 juta ton emisi karbon pada tahun 2020 lalu.

Listrik mereka dihasilkan dari sungai mereka yang mengalir sangat deras. Berbicara sungai yang deras berarti keadaan serapan masih sangat bagus, sehingga sungai dapat terjaga keadaannya.

Sudah banyak sekali bukti yang mengatakan Bhutan adalah negara yang berhasil dalam menjaga dan melestarikan hutan mereka.

Di Bhutan juga kita akan kesulitan mencari gedung pencakar langit modern dan kendaraan bermotor.

Bhutan bukannya tidak bisa membangun gedung tinggi, mereka lebih memilih membangun rumah ibadah megah yang sekiranya lebih bermanfaat.

Mereka juga sangat meminimalisasi penggunaan kendaraan motor agar tak banyak bahan bakar dan emisi yang dihasilkan.

Dalam segala bidang, Bhutan selalu memikirkan dampak yang akan terjadi pada alam mereka.***

Editor: Rama Prasetyo Winoto

Sumber: wanaswara.com

Tags

Terkini

Terpopuler