Puluhan Pengunjuk Rasa Mengalami Luka-luka Dekat Istana Raja Thailand

- 21 Maret 2021, 14:48 WIB
Bentrokan di Ibu Kota Thailand antara Polisi dan Pengunjuk Rasa./ Reuters/ Chalinee Thirasupa
Bentrokan di Ibu Kota Thailand antara Polisi dan Pengunjuk Rasa./ Reuters/ Chalinee Thirasupa /

LENSA BANYUMASLebih dari 30 warga sipil dan aparat kemanan mengalami luka-luka setelah Polisi Thailand berupaya membubarkan aksi demonstrasi anti pemerintah dengan meriam, gas air mata dan peluru karet pada hari Minggu 21 Maret 2021 di dekat Istana Raja.

Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan polisi memukul dan menginjak orang-orang yang berusaha melarikan diri dari kejarannya.

Sedangkan video lain menggambarkan orang-orang berlindung dari gas air mata di restoran cepat saji Mc Donald.

Baca Juga: Angkatan Darat Thailand Bantah Pasok Beras ke Militer Myanmar

Pusat Medis Erawan seperi dlansir Lensa Banyumas-PIKIRAN RAKYAT.com dari Reuters, menginformasikan tiga belas petugas polisi dan 20 lainnya terluka.

Sementara itu, Wakil Kepala Kepolisian Kota Bangkok, Piya Tavichai mengklaim, tindakan yang diambil pihaknya sudah sesuai dengan standar internasional. Dan sekitar 20 pengunjuk rasa sudah ditangkap karena melanggar Undang-undang berkumpul dan menghina monarki.

"Kekerasan berasal dari pihak pengunjuk rasa dan polisi harus membela hukum serta melindungi harta nasional," jelas Tavichai kepada wartawan.

Dalam aksi demonstrasi yang berjumlah seribu orang itu, potret Raja dilaporkan di rusak massa pada Sabtu malam.

Gerakan protes pemuda Thailand muncul tahun lalu dan telah menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, seorang pensiunan jenderal angkatan darat yang merebut kekuasaan pada tahun 2014 dari pemerintah terpilih.

Sedangkan para pengunjuk rasa menunduh pemerintah telah merekayasa proses yang melestarikan pembentukan monarki militer dan membuatnya tetap berkuasa setelah pemilu 2019. Namun Prayuth dan pendukungnya menolak pernyataan itu.

Para pengunjuk rasa yang menuntut reformasi monarki, dan tabu tradisional, dan menilai konstitusi yang dirancang oleh militer setelah kudeta 2014 telah memberi Raja terlalu banyak kekuasaan.

Namun Istana Kerajaan enggan memberikan keterangan dan menghindarinya untuk berkomentar langsung tentang protes tersebut.

Pemerintah tetap pada pendiriannya bahwa sesuai Undang-undang, mengkritik Raja itu melanggar hukum dan tidak pantas.***

Editor: Rama Prasetyo Winoto

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah