Diekstradisi dari Serbia, Maria Pauline Pembobol Bank BNI 1,7 Triliun

8 Juli 2020, 22:48 WIB
Diekstradisi dari Serbia, Maria Pauline Pembobol Bank BNI 1,7 Triliun /

Lensa Banyumas — Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memecahkan pengerjaan ekstradisi kepada buronan pelaku pembobolan Bank BNI sebesar Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa, dari Pemerintah Serbia.

"Dengan berbahagia aku menyajikan bahwa kami sudah secara sah memecahkan pelaksanaan handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari Pemerintah Serbia," kata Yasonna dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu malam.

Baca Juga: Angkutan Umum dengan Kursi Psychal Distancing Mulai di Uji Coba Rute Jakarta-DIY

Yasonna mengatakan keberhasilan memecahkan cara kerja ekstradisi hal yang demikian tak lepas dari perundingan regulasi dan kekerabatan bagus kedua negara.

Kecuali itu, kata ia, progres ekstradisi ini juga menjadi buah manis janji pemerintah dalam upaya penegakan aturan yang berjalan panjang.

Baca Juga: Digitalisasi Pasar Properti akan Ramai

Yasonna menyebut pemulangan ini sempat memperoleh 'gangguan', tapi Pemerintah Serbia tegas pada janjinya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.

"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, tapi melewati pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat kekerabatan sungguh-sungguh bagus antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," ujar Yasonna.

Baca Juga: Konsumen Diperkirakan Berubah dalam hal Kepemilikan Mobil

"Sempat ada upaya tata tertib dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari pengerjaan ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terbentuk," sambung ia.

Dalam peluang itu, Yasonna juga memberikan apresiasi terhadap Duta Besar Indonesia untuk Serbia, M. Chandra W. Yudha, yang diukur sudah berprofesi keras untuk memegang dan memuluskan pengerjaan ekstradisi.

Baca Juga: Ma'ruf Amin: Menangani Pandemi dengan Memberdayakan Pesantren

Menteri berusia 67 tahun itu juga menyebut bahwa keberhasilan ekstradisi kepada Maria Pauline Lumowa juga tak lepas dari asas resiprositas (timbal balik).

Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.

Baca Juga: Pengurangan Emisi, Bumi Tetap Membutuhkan Beberapa Dekade untuk Sejuk Lagi.

Dikenal, Maria Pauline Lumowa adalah salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru melalui Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada jangka waktu Oktober 2002 sampai Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,7 Triliun dengan kurs ketika itu terhadap PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Baca Juga: Uji Swab Massal di Awal Pandemi, Kasus COVID-19 di Swedia Menurun Sangat Drastis

Aksi PT Gramarindo Group diduga memperoleh bantuan dari 'orang dalam' sebab BNI konsisten menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan ialah bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai mengerjakan penelusuran dan mendapati perusahaan hal yang demikian tidak pernah mengerjakan ekspor.

Baca Juga: Fitur Sematkan Komentar Akhirnya Rilis di Instagram

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, tetapi Maria Pauline Lumowa telah lebih dulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditentukan sebagai tersangka oleh regu khusus yang disusun Mabes Polri.

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 hal yang demikian baru-baru ini dikenal keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering kali bolak-balik ke Singapura.

Baca Juga: Facebook Mengultimatum Para Pelaku Perundungan, Hati-hati Berinteraksi di Media Daring

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan cara kerja ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yaitu pada 2010 dan 2014, sebab Maria Pauline Lumowa terbukti telah menjadi warga negara Belanda semenjak 1979.

Tapi, kedua permintaan itu direspon dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malahan memberikan pilihan supaya Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Upaya penegakan peraturan seketika menjelang babak baru ketika Maria Pauline Lumowa dicokok oleh NCB Interpol Serbia di Udara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.

Baca Juga: Aneh, Menurut WHO Wabah Pes di China Tidak Begitu Mematikan!

"Penangkapan itu dijalankan menurut red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi pesat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi lewat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Biasa Kemenkumham," kata Yasonna.

Kecuali itu, lanjut Yasonna, keseriusan pemerintah juga diterangkan dengan permintaan percepatan pengerjaan ekstradisi kepada Maria Pauline Lumowa.

Baca Juga: TikTok pun Sepertinya akan Berakhir di Amerika

Di sisi lain, Pemerintah Serbia juga mendorong penuh permintaan Indonesia berkat relasi bagus yang selama ini dijalin kedua negara.

"Dengan usainya cara kerja ekstradisi ini, berarti usai pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran kepada buronan bernama Maria Pauline Lumowa. Ekstradisi ini sekalian memperlihatkan janji absensi negara dalam upaya penegakan tata tertib kepada siapa malah yang mengerjakan tindak pidana di kawasan Indonesia," kata ia.

Baca Juga: Ada Titik Spot Baru di Jupiter, Apakah Tanda Kehidupan?

Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna dijadwalkan tiba di Tanah Air bersama Maria Pauline Lumowa pada Kamis (9/7) pagi.

Editor: Solihudin

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler