Daerah Ingin Dirikan Mal Pelayanan Publik, Tunggu Pedoman Teknisnya

- 19 Februari 2021, 13:27 WIB
Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Dian Natalisa .
Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Dian Natalisa . /Kementerian PANRB

LENSA BANYUMAS – Naskah akademik tentang Pedoman Teknis Pembentukan Mal Pelayanan Publik atau MPP saat ini sedang disusun Unit Kerja Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi). Beleid inilah yang nantinya akan mengatur prosedur pembentukan hingga menjadikan MPP sebagai paradigma baru pelayanan terpadu. Ini artinya, daerah yang sudah mendirikan MPP mesti harus menunggu pedoman teknisnya selesai disusun.

Dalam rapat virtual pembentukan naskah akademik terkait program ini pada Rabu, 17 Februari 2020, Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Dian Natalisa menjelaskan, naskah akademik ini memiliki peran penting dalam menciptakan suatu produk hukum yang baik dan berkualitas, seperti dikutip lensabanyumas.pikiran-rakyat.com dari laman situs Kementerian PANRB. Peraturan Menteri itu merupakan aturan pelaksana dari Perpres (Peraturan Presiden) tentang Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Tapi, Perpres tersebut masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Diantara poin penting dari naskah akdemiknya seperti prosedur dan mekanisme pendirian MPP, penyiapan landasan hukum pembentukan MPP di daerah dan standar layanan minimal di MPP. Cakupan lain pada peningkatan kinerja pelayanan dan kepuasan warga, konsep layanan terpadu, pengelolaan MPP serta strategi peningkatan kinerja layanan. ”Dan MPP sebagai paradigma baru pelayanan terpadu,” tutur Diah.

Baca Juga: Beredar Surat Pengangkatan CPNS, Simak Tanggapan Kementerian PANRB

Sementara anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi, Harris Turino yang hadir dalam rapat menerangkan, kunci kesuksesan dari penyelenggaraan MPP salah satunya adalah informasi jelas tentang layanan yang disajikan. “MPP akan mengurangi biaya transaksi dan biaya birokrasi antara masyarakat dan pemerintah. Tapi MPP membutuhkan transparasi, perlakuan setara, mengurangi tatap muka dan meningkatkan kualitas layanan,” tandas Harris.

Untuk memonitoring MPP katanya harus dilakukan dari kacamata pelanggan atau masyarakat sebagai penerima layanan. Pengukuran kualitas layanan mencakup waktu, kecepatan, biaya dan prosedur. Pemerintah kota atau kabupaten sebagai penyelenggara MPP harus melakukan perbaikan yang konsisten serta memanfaatkan teknologi. “Harapannya, MPP bukan building saja tapi juga aplikasi, tatap muka dikurangi,” tuturnya.

Terkait penyelenggaraan MPP, Tenaga Alhi Madya Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, Frida Rustiani memberikan rekomendasi sentralisasi proses administrasi. Dari awal sampai akhir menjadi satu pintu dengan kewenangan tetap melekat pada pihak lain sesuai dengan aturannya. “Harus ada standar layanan secara keseluruhan, terutama waktu, biaya dan persyaratan yang mengarah pada kepastian berusaha,” kata Frida.

Rekomendasi lain terkait dengan penguatan whistleblowing system yang merupakan bagian dari pengawasan internal. Instansi wajib meningkatkan partisipasi dan memastikan perlindungan bagi pelapor yang merasa kurang puas dengan pelayanan yang diberikan. “Untuk pengukuran kepuasan layanan dengan berbasis pada metode yang sudah diuji,” pungkas dia.***

Editor: Ady Purwadi

Sumber: Kementerian PANRB


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah