Keluarnya Indonesia Dari Keanggotaan PBB Terjadi Pada 1965, Ini Isi Rilis Konjen RI di New York

- 21 Januari 2022, 05:00 WIB
Potongan Rilis Konsul Jenderal RI pada 2O Januari 1965 yang menyatakan Indonesai menarik diri dari keanggotaannya di PBB akibat Malaysia duduk menjadi anggota Dewan Keamanan PBB. / Facebook Arsip Nasional
Potongan Rilis Konsul Jenderal RI pada 2O Januari 1965 yang menyatakan Indonesai menarik diri dari keanggotaannya di PBB akibat Malaysia duduk menjadi anggota Dewan Keamanan PBB. / Facebook Arsip Nasional /

LENSA BANYUMAS - Penarikan Keanggotaan Indonesia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terjadi pada 20 Januari 1965.

Keluarnya Indonesia dari PBB itu sehubungan Malaysia duduk sebagai anggota Dewan Keamanan (DK).

Keputusan itu tertuang dalam rilis atau press release Konsul Jenderal RI di New York yang diunggah dalam akun facebook Arsip Nasional RI.

Dalam rilis atau press release Konsul Jenderal di New York itu yang ditanda tangani oleh Waperdam I / Menteri Luar Negeri Dr Subandrio ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB U Thant asal Myanmar.

Baca Juga: Sekilas Peristiwa Demonstrasi Mahasiswa Dan Pelajar Ibu Kota Jakarta Di Era Tahun 1970, Ini Tuntutannya

"Pada 21 Januari 1965 tepat pukul 18.00 waktu setempat, Duta Besar LN Palar didampingi Minister Counsellor Sumarjo Sosrowardojo menyerahkan notifikasi tertulis terkait keputusan Pemerintah Indonesia untuk menarik diri dari PBB. Surat ini ditandatangani oleh Waperdam I / Menteri Luar Negeri Dr. Subandrio," bunyi rilis dalam akun itu.

Saat itu hubungan Indonesia dan Malaysia sedang memanas.

“Saya menyatakan sebagai berikut: Dalam pengumuman saya beberapa hari lalu, saya mengatakan bahwa jika Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, saya berpesan bahwa Indonesia akan keluar dari PBB,” kata Sukarno.

“Sekarang karena Malaysia telah menjadi anggota tidak tetap Dewan keamanan, saya menyatakan bahwa Indonesia telah keluar dari PBB,” imbuhnya.

Baca Juga: Peristiwa Penting Dan Bersejarah Pada 20 Januari Baik Di Dalam Maupun Luar Negeri, Simak Berikut Ini

Saat menarik diri dari keanggotaan PBB, maka otomatis Indonesia juga keluar dari Badan PBB lainnya seperti UNESCO, UNICEF dan FAO.

Padahal lembaga-lembaga tersebut sebelumnya cukup banyak membantu Indonesia.

Banyak negara meminta Sukarno untuk memikirkan kembali keputusannya, tapi ia mengatakan "terima kasih banyak, keputusan saya tetap".

Termasuk Rusia yang saat itu menyediakan sebagian besar senjata dalam konflik Indonesia-Malaysia, memperingatkan Indonesia untuk memikirkan kembali langkahnya keluar dari PBB.

Sukarno tetap pada pendiriannya. Satu-satunya negara yang pada waktu itu mendukung keputusan Indonesia adalah Cina yang menyebut langkah itu, “bijaksana dan tegas.”

Namun, pada 29 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB setelah absen 18 bulan dari keanggotaan.

Keputusan Indonesia terbilang sangat berani. Betapa tidak, dengan usia Indonesia yang masih sangat muda, tentunya membutuhkan berbagai kerja sama untuk mendukung kemajuan bangsa.

Keputusan itu pun mengandung banyak risiko, dan yang paling terasa tentunya dari segi ekonomi.

Keadaan ekonomi Indonesia pada tahun 1966 merupakan keadaan ekonomi terburuk yang pernah dialami Indonesia dalam sejarah.

Diawali dengan defisit anggaran pemerintahan sehingga pemerintah pun mencetak uang sebanyak-banyaknya. Akibatnya terjadi inflasi besar-besaran.

Badan Pusat Statistik mencatat sejak tahun 1951 hingga 1967, laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1966 sekitar 635,35 persen dan pada 1995 yang sebesar 594,44 persen.

Dibandingkan dengan inflasi tahun 1957 yang hanya sebesar 42,40 persen tentunya laju inflasi saat keluar dari PBB ini terbilang melambung tinggi.

Hal itu tidak terlepas dari kebijakan Sukarno yang tidak ingin menerima bantuan asing.

Inflasi mulai dapat dikendalikan pada 1967 dengan tingkat inflasi sebesar 112,17 persen dan semakin terkendali di mana pada 1968 hanya sebesar 85,1 persen.

Di tengah kondisi perekonomian yang sedang ruwet, Indonesia memilih keluar dari PBB.

Pertimbangannya adalah karena masalah harga diri bangsa, terkait konflik dengan Malaysia.

Namun, hal itu hanya berlangsung selama 18 bulan.

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, interaksi dunia internasional sungguh diperlukan. Itulah mengapa Indonesia kemudian bergabung kembali dengan PBB.***

Editor: Rama Prasetyo Winoto

Sumber: Arsip Nasional RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah