Curhatan Anak Yang Pernah Minggat, Baca Endingnya Bikin Terharu

6 Juni 2021, 07:30 WIB
Kesedihan akibat minggat dari rumah. /Foto : Ilustrasi/freepick.com/

LENSA BANYUMAS - Apapun permasalahan yang saat ini sedang kamu hadapi dengan orang tuamu,saya bisa merasakan karena saya pernah berada di posisi ini,dan akhirnya saya memilih kabur ke rumah nenek yang jaraknya kurang dari 1 kilometer dari rumah orang tua saya.

Deket sekali ya kaburnya, karena memang sebenarnya saya tidak bisa jauh dari orang tua saya, apalagi ibu saya.Saya sangat mengasihi dan menyayangi beliau, meskipun pada saat itu sedang terjadi sedikit kesalah pahaman dengan beliau.Apalagi saya tidak punya uang sepeser pun untuk modal saya kabur terlalu jauh.

Saya hanya butuh ketenangan untuk menghadapi kenyataan,butuh seseorang yang mau "sedikit saja" gak usah banyak-banyak untuk mau mensupport saya dimana pada waktu itu seorang pengangguran seperti saya hanya di anggap sebagai beban keluarga saja.

Baca Juga: Ratu Bawon Indahwati , Pengarang Buku Cecak Petualang Ini Siap Jadi PNS Berprestasi Jawa Barat 2021

Saya juga ingin menjaga bagaimana caranya "kepergian" saya dari rumah tidak menjadi polemik dan pertanyaan di antara saudara dan tetangga saya.

Dan nenek adalah salah satu sosok yang saya pilih sebagai tempat "pelarian" sementara.Kenapa harus nenek?? padahal kalau dipikir-pikir nenek bukan orang yang tepat untuk di jadikan tempat menumpahkan segala uneg-uneg saya.

Pembawaannya yang terlalu cuek dan agak keduniawian (matre) menurut saya bukan type orang yang solutif,tapi, seperti yang saya pikirkan di atas,semua demi menjaga agar suasana keluarga tetap "baik-baik saja" tetap "aman dan kondusif".

Baca Juga: Pengamat Politik Prodem Andrianto dan Warga Kritik Cara Penangkapan Munarman

Begitulah maksud saya, saya juga tidak mungkin curhat dengan seseorang yang masih barbau keluarga perihal "konflik" ini,karena saya tahu pasti ujung-ujungnya saya juga yang di salah kan.

Di tempat nenek saya berusaha menempatkan diri saya sebagai orang lain, seperti juga yang saya lakukan di rumah kedua orang tua saya,artinya saya tidak mau hidup seenaknya,tidak ingin terlalu menyusahkan meskipun masih menjadi pengangguran.

Bahkan sebisa mungkin saya berusaha untuk membuat kehadiran saya bisa meringankan dan menguntungkan nenek.

Baca Juga: Nissa Sabyan Kini Sedang Sedih dan Galau, Akibat Perselingkuhannya Terbongkar

Sebisa mungkin saya bangun pagi,tidur pun kadang larut malam karena harus membantu nenek banting tulang mencari makan,dimana saat itu nenek berjualan nasi untuk mencukupi kebutuhan nya sehari-hari.Semenjak ditinggal kakek pergi untuk selamanya,nenek tinggal sendirian.

Di rumah nenek yang jauh dari rasa nyaman,dengan segala keterbatasannya saya berusaha menikmati keadaan.Meskipun jaraknya tidak jauh dari rumah orang tua, sungguh ini sangat berat bagi saya.

Saya harus menahan rindu untuk menikmati masakan ibu,saya rindu menikmati suasana kamar yang dipenuhi pernak-pernik dan lukisan hasil karya saya,saya rindu semua susana di rumah.

Baca Juga: Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana: Saya Sedih Pemerintah Impor Beras

Tapi setidaknya disini saya bisa membuktikan bahwa saya bukan seorang pemalas,kalau saya masih menganggur itu karena nasib dan keadaan.Selama saya tinggal di rumah nenek saya juga tidak pernah mendapat "reward" dalam bentuk uang lelah atau ucapan terima kasih, bahkan kadang kata" yang di ucapkan nenek lebih pedas dari omelan ibu saya,

Ketika saya berbuat salah sedikit saja.Tapi saya berusaha diam dan bersabar.Intinya, cukuplah bagi saya bisa numpang makan dan tidur untuk sementara waktu,sembari menunggu panggilan kerja.

Setelah saya selesai membantu semua pekerjaan nenek, biasanya saya minta ijin keluar,sekedar menghilangkan penat dengan teman-teman atau mencari lowongan pekerjaan,dengan cara meminta ijin untuk sebentar pulang ke rumah orang tua (padahal semenjak saya pergi dari rumah,saya sama sekali belum menginjakkan kaki di rumah orang tua saya).

Ini saya lakukan untuk menjaga agar nenek tidak curiga bahwa saya sedang ada masalah dengan orang tua saya.Dan memang semuanya berjalan baik-baik saja, mungkin ibu dan bapak tahu saya tinggal di rumah nenek dari kakak saya,lalu berpikir "ya udah lah" toh ternyata saya tinggal sama nenek,dan nenek pun juga gak banyak nanya karena memang beliau termasuk orang yang cuek dan jarang sekali mau tau banyak hal tentang urusan orang sekalipun urusan anak cucu sendiri.

Akhirnya, setelah lebih dari 6 bulan saya "pergi" dari rumah, tiba-tiba panggilan kerja yang saya nantikan datang,ya akhirnya saya mendapatkan panggilan kerja di luar kota, dan moment inilah yang saya pergunakan untuk mengakhiri "konflik" dengan kedua orang tua saya.

Saya pulang ke rumah untuk mengemas barang-barang saya sekaligus menceritakan kabar baik dan meminta ijin serta restu orang tua untuk merantau dan bekerja keluar kota.

Semenjak saat itu,saya tidak pernah lagi terlibat konflik apapun dengan orang tua saya, pekerjaan berjalan lancar sesuai harapan, komunikasi juga lancar,hingga saya menikah dan berumah tangga justru orang tua menjadi sosok paling dekat dengan saya begitu juga sebaliknya.

Tidak pernah ada dendam atau marah di antara kami, bahkan saat ibu sakit, beliau hanya ingin saya yang merawatnya,hingga akhirnya beliau berpulang untuk selamanya,sayalah yang selalu berada di sampingnya,merawat dan menemaninya.

Begitu juga dengan bapak, semenjak ibu pergi,saya lah sosok yang paling dekat dengan beliau,saat ini saya masih tinggal bersama beliau, mengurus segala keperluan beliau.

Dalam beberapa obrolan bapak juga selalu berpesan agar sebisa mungkin saya dan anak-anak saya tidak usah merantau jauh-jauh lagi,dan tetap tinggal bersama beliau.

Intinya, ketika usia kita menginjak remaja atau dewasa seringkali "konflik" antara kita(anak) dan orang tua akan ada dan kadang tidak bisa dihindarkan.Tetapi di butuhkan sikap bijaksana dalam menyikapi keadaan dan mengambil keputusan.

Bagaimanapun sebagai seorang anak,sekalipun posisi kita (merasa) benar,namun di mata orang tua kadang kita tetap salah atau disalahkan,dan inilah yang sering terjadi yaitu "kesalah pahaman".

Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik buat anaknya,setiap orang tua pasti mengasihi dan menyayangi anaknya,begitu juga sebaliknya.

Memang tidak semua prinsip atau keinginan orang tua bisa kita terima dan ikuti, meskipun dengan dalih "demi kebaikan kita",tetapi tetaplah tunjukkan bahwa kita tidak ingin melawan,tunjukkan bahwa kepergian kita bukan untuk melawan "aturan", tetapi kita sedang butuh ketenangan, untuk mencari solusi dan jalan keluar.

Dan jika memang pergi (untuk sementara) adalah jalan terbaik,dan kita tidak sanggup berpamitan secara langsung dengan ucapan,ada baiknya tinggalkan sepucuk surat atau pesan yang menenangkan,mungkin ini kurang sopan,kurang berkenan,tetapi setidaknya bisa sedikit melegakan dan membuat orang tua kita tenang.

Dalam ketenangan dan keikhlasan orang tua niscaya ada doa yang menyertai setiap langkah kita.***

Editor: Cokie Sutrisno

Sumber: Yohana Gunarti

Tags

Terkini

Terpopuler