LENSA BANYUMAS - Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Muda pada Kantor Balai Pemasyarakatan (Bapas) kelas II Purwokerto, Marsiti mengatakan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) merupakan alternatif terakhir pemidanaan sebagai amanat dari UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Menurutnya, anak adalah aset bangsa yang tidak ternilai harganya mengingat anak adalah masa depan bangsa sebagai generasi penerus bangsa.
"Namun sayangnya di era globalisasi ini dewasa ini semakin banyaknya kemajuan teknologi membawa pengaruh terhadap perkembangan mental anak dan perilaku anak baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif," kata Marsiti di Purwokerto, hari Kamis 16 September 2021.
Semakin meningkatnya tindak pidana yang dilakukan oleh anak, kata Marsiti, pemerintah tidak akan tinggal diam sehingga dikeluarkanlah UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Lebih lanjut Marsiti menjelaskan, penyelesaian perkara anak dapat melalui diversi dengan ketentuan untuk perkara anak dengan ancaman pidana dibawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
"Hasil kesepakatan diversi dapat berbentuk antara lain perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian, penyerahan Kembali kepada orang tua atau wali, keikutsertaan dalam Pendidikan atau pelatihan di lembaga Pendidikan atau LPKS paling lama tiga bulan atau pelayanan masyarakat," terangnya.
Kemudian untuk perkara anak dengan ancaman pidana di atas tujuh tahun, kata Marsiti, hanya bisa diselesaikan melalui proses sidang pengadilan pidana pokok bagi anak.
Sidang pengadilan pidana terdiri atas pidana pokok, pidana peringatan, dan pidana dengan syarat yaitu pembinaan di luar Lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan.