Soal UU ITE, Hidayat Nur Wahid: Pemerintah Saja Yang usulkan Perubahan

- 17 Februari 2021, 08:15 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.Sumber Foto : @hnwahid
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.Sumber Foto : @hnwahid /

 

LENSA BANYUMAS - Rencana Presiden Jokowi merevisi UU (Undang-Undang) nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik mendapat tanggapan beragam. Revisi dilakukan karena banyaknya desakan adanya pasal-pasal karet yang sering dijadikan sebagai rujukan hukum namun dinilai kurang memenuhi rasa keadilan.  Sayangnya banyak pihak yang menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang memilih melemparkan rencana revisi tersebut ke parlemen. Seperti sentilan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid dalam akun twitternya@hnurwahid, Rabu, 17 Februari 2021.  

Dalam cuitannya yang dikutip lensabanyumas.pikiran-rakyat.com, Hidayat Nur Wahid justru membandingkan antara UU ITE dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 serta UU Omnibuslaw Ciptaker (Cipta Kerja). “Sebagai bukti keseriusan untuk mendengarkan aspirasi rakyat, pemerintah saja yang mengajukan usulan Perubahan UU ITE. Dulu, inisiatif pemerintah, Perppu nomor 1 Tahun 2020 dan UU Ombnibuslaw Ciptaker bisa cepat disahkan,” tutur Hidayat Nur Wahid.

Padahal menurutnya, inisiatif pemerintah untuk Perppu nomor 1 Tahun 2020 dan UU Ombnibuslaw Ciptaker beberapa waktu lalu ditolak oleh Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat. “Revisi UU Ciptaker bisa tiga pasal saja, FPKS dan PD mendukung, tentu lebih lancar,” lanjutnya. Karenanya, dia berharap agar revisi UU ITE diajukan oleh pemerintah saja.  

Baca Juga: Tentang Revisi UU ITE, Mahfud MD: Bagaimana Baiknyalah, Ini Kan Demokrasi

Sebelumnya diberitakan dalam cuitan di akun twitternya @jokowi, hari Selasa 16 Pebruari 2021, Presiden Jokowi  telah memerintahkan Kapolri lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan seperti itu. Pasal-pasal yang multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati.

Presiden Jokowi menegaskan tentang semangat awal UU ITE untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika dan produktif. Namun jika kemudian sejumlah pasal dianggap tidak memberikan rasa keadilan dengan multitafsir, maka UU ini perlu direvisi. “Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,"tulisnya.***  

Editor: Ady Purwadi

Sumber: Twitter@hnurwahid


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x