Kesenian Tradisional Hindarkan Siswa dari Paham Radikal, Ini Alasannya

- 15 April 2021, 10:05 WIB
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memimpin pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan 2022.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memimpin pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan 2022. /Dok.Humas Jateng/

LENSA BANYUMAS - Permainan atau dolanan tradisional, diyakini bisa membantu siswa jauh dari paham radikal.

Hal itu diungkapkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, saat memberikan sambutan pada puncak peringatan Hari Kesatuan Gerakan PKK Provinsi Jawa Tengah ke 49 tahun 2021, secara daring dan luring, Rabu 14 April 2021.

Menurutnya, dari kegiatan permainan tradisional siswa akan mampu mengambil nilai keterbukaan satu sama lain, kepemimpinan, kerja sama (teamwork), dan nilai penting lainnya.

Baca Juga: Gubernur Ganjar Pranowo Dicecar Netizen, Gegara Repost Jalur Tikus Banyumas Dijaga Ketat

"Paling bagus sebenarnya untuk mencegah paham radikal dengan seni dan budaya. Pelajar bisa menari, main ketoprak, wayang, dolanan. Itu mengakrabkan, berhubungan, terbuka, ada teamwork, leadership. Gobak sodor, ada nilai leadership," kata Ganjar.

Pada kegiatan yang bertema Penguatan Keluarga untuk Keluarga Berdaya dalam Mencegah Radikalisme oleh Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah itu, Ganjar menekankan pentingnya siswa aktif pada kegiatan seni dan budaya.

Ganjar juga menekankan, pentingnya rasa kemanusiaan terhadap sesama. Misalnya, membantu siswa lainnya yang tengah membutuhkan, membantu tetangga yang kesusahan, atau bersikap bijak saat menggunakan media sosial.

Baca Juga: Pemerintah Tegaskan Mudik Dimasa Pandemi Resikonya Tinggi

Di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau sejenisnya, biasanya bermunculan ujaran yang melenceng. Hendaknya, siswa bisa selektif dan bijak dalam menanggapi.

Termasuk juga, bila di medsos terdapat konten yang menyalahkan kebaikan yang selama ini diajarkan orang tua, siswa hendaknya mengabaikan itu semua.

Paham radikal semacam itu, lanjutnya, biasanya bersliweran di media sosial. Dengan kecenderungan, biasanya dilakukan oleh kelompok tertentu atau sekelompok kecil yang merasa paling benar sendiri, sedangkan pihak lain dianggap salah.

"Ciri radikal itu fanatik, menganggap diri benar dan yang lain salah, intoleran, tidak mau menerima perbedaan dan keyakinan orang lain, revolusioner ingin ada perubahan secara drastis. Tidak jarang ada kekerasan, eklusif atau memisahkan diri," ujarnya.

Radikalisme atau terorisme adalah fanatisme dan fundamentalisme agama yang berlebihan, nasionalisme yang berlebihan, separatisme, dan melakukan aksi kelompok teroris secara profesional.

Dalam kesempatan itu, Ganjar sempat menanyakan beberapa hal kepada siswa se-Jawa Tengah yang hadir secara daring, kaitannya dengan penyikapan mereka bila menemukan perbedaan di sekitarnya.

Seperti halnya berbeda suku, beda agama, beda golongan, ternyata siswa seluruhnya menjawab sikap toleransilah yang dikedepankan.

Bahkan, bila ada bendera yang harus dikibarkan, siswa menjawab paling utama bendera merah putihlah yang harus dikibarkan.

Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah, Siti Atikoh Ganjar Pranowo, mengajak orangtua untuk lebih memerhatikan lingkungan anaknya. Bahkan, ikut juga mendampingi anak saat mengoperasikan gawai (gadget).

"Orangtua juga mendampingi saat anak memainkan gadget, karena kita tidak tahu anak kita browsing apa saja," kata Atikoh.

Menurutnya, orangtua wajib membentengi keluarga dengan mengenalkan ajaran dan sikap yang benar. Selain juga, menjadikan keluarga menjadi tempat yang nyaman.***

Editor: Dedy Sudianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkini