Berbagai hewan hidup pun bebas di Hutan Wonosadi mulai dari elang hingga kijang.
Sebagai seorang istri dan ibu dua anak, Sri juga tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga.
Untuk membantu sang suami yang merupakan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Sri Hartini pernah menjadi seorang guru PAUD.
Saat ini, Sri Hartini ikut menopang ekonomi keluarga dengan membuka sebuah warung kelontong kecil yang tak jauh dari Hutan Wonosadi.
Sri hartini mengungkapkan upahnya dari Jagawana hanya dibayar Rp 50.000, itupun diterima setiap tiga bulan sekali.
Tetapi Sri tidak pernah mempersoalkan itu karena baginya ini semua soal kebermanfaatan.
Kesenian bagi masyarakat sekitar Hutan Wonosadi adalah benteng terakhir menjaga budaya mereka yang dekat dengan alam.
Mereka mewarisi upacara labuh yaitu upacara mulai menanam sampai panen padi yang dikenal Mboyong Dewi Sri (membawa padi dari sawah ke rumah).
Upacara lainnya yang masih dilaksanakan hingga kini disebut Bersih Dusun atau Sedekah Bumi atau Rasulan.
Ritual yang paling terkenal dan berhubungan dengan eksistensi hutan Wonosadi adalah Sadranan Wonosadi.