Dalam peluang itu, Yasonna juga memberikan apresiasi terhadap Duta Besar Indonesia untuk Serbia, M. Chandra W. Yudha, yang diukur sudah berprofesi keras untuk memegang dan memuluskan pengerjaan ekstradisi.
Baca Juga: Ma'ruf Amin: Menangani Pandemi dengan Memberdayakan Pesantren
Menteri berusia 67 tahun itu juga menyebut bahwa keberhasilan ekstradisi kepada Maria Pauline Lumowa juga tak lepas dari asas resiprositas (timbal balik).
Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.
Baca Juga: Pengurangan Emisi, Bumi Tetap Membutuhkan Beberapa Dekade untuk Sejuk Lagi.
Dikenal, Maria Pauline Lumowa adalah salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru melalui Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada jangka waktu Oktober 2002 sampai Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,7 Triliun dengan kurs ketika itu terhadap PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Baca Juga: Uji Swab Massal di Awal Pandemi, Kasus COVID-19 di Swedia Menurun Sangat Drastis
Aksi PT Gramarindo Group diduga memperoleh bantuan dari 'orang dalam' sebab BNI konsisten menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan ialah bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai mengerjakan penelusuran dan mendapati perusahaan hal yang demikian tidak pernah mengerjakan ekspor.