Diawali dengan defisit anggaran pemerintahan sehingga pemerintah pun mencetak uang sebanyak-banyaknya. Akibatnya terjadi inflasi besar-besaran.
Badan Pusat Statistik mencatat sejak tahun 1951 hingga 1967, laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1966 sekitar 635,35 persen dan pada 1995 yang sebesar 594,44 persen.
Dibandingkan dengan inflasi tahun 1957 yang hanya sebesar 42,40 persen tentunya laju inflasi saat keluar dari PBB ini terbilang melambung tinggi.
Hal itu tidak terlepas dari kebijakan Sukarno yang tidak ingin menerima bantuan asing.
Inflasi mulai dapat dikendalikan pada 1967 dengan tingkat inflasi sebesar 112,17 persen dan semakin terkendali di mana pada 1968 hanya sebesar 85,1 persen.
Di tengah kondisi perekonomian yang sedang ruwet, Indonesia memilih keluar dari PBB.
Pertimbangannya adalah karena masalah harga diri bangsa, terkait konflik dengan Malaysia.
Namun, hal itu hanya berlangsung selama 18 bulan.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, interaksi dunia internasional sungguh diperlukan. Itulah mengapa Indonesia kemudian bergabung kembali dengan PBB.***