Ngapain Kamu Ngaku Jadi Wartawan, Apa Enaknya? Wiwin : Jurnalis Adalah Profesi Keahlian !

3 Juni 2021, 10:04 WIB
Apa enaknya ngaku jadi wartawan. /Freepick.com/

LENSA BANYUMAS - "Apa sih enaknya ngaku jadi wartawan ", kalimat itu yang selalu tergiang (mungkin) dibenak sebagian orang hingga sekarang ini. Tapi setelah mendalami kalimat yang dilontarkan oleh jurnalis televisi nasional yang boleh dikatakan senior di Banyumas, memang punya filosofi yang dalam. 

Menjadi wartawan yang sungguhan ternyata tidak mudah seperti yang dibayangkan banyak orang. Banyak aturan atau kaidah kaidah yang harus dipenuhi agar bisa disebut sebagai wartawan. 

Ada Kode etik jurnalistik yang menjadi dasar bagi seorang wartawan untuk bisa menulis sebagai produk jurnalistik, dan untuk bisa mendapat predikat wartawan kompeten pun harus melewati tahapan tahapan yang sangat ketat. 

Baca Juga: Gubernur Jabar Gandeng Shopee, Bangun Shopee Center untuk Mempercepat UMKM Jabar Go Digital

Mulai dari kredibilitas media tempat bernaung hingga kepribadian wartawan yang akan di uji kompetensinya melalui apa yang di sebut dengan  Uji Kompetensi Wartawan (UKW).

Biasanya wartawan yang telah melalui uji kompetensi akan berupaya menjaga betul kredibilitasnya. tidak jarang mereka yang pernah merasakan ketat dan njlimetnya UKW justru tidak sembarangan mengaku ngaku sebagai wartawan.

Fenomena justru muncul dengan makin mudahnya orang membuat portal berita yang cenderung menjamur. Dan mudahnya orang untuk mendapatkan sebutan wartawan. 

Baca Juga: Kenapa Sih Kamu Kadang Suka Niru Gaya Bicara Temanmu, Ahli : Namanya Dialeck Leveling

Inilah yang terkadang disalahgunakan oleh oknum "wartawan" untuk sekedar menakut nakuti ketika misal ada dugaan penyimpangan suatu instansi dengan mengancam untuk tujuan tertentu akan memberitakannya

Karena seperti yang dikatakan jurnalis senior "Apa enaknya mengaku jadi wartawan ". ditambah lagi dengan kalimat dari wartawan cetak senior yang mengingatkan "Ingat, ketika kamu berada dan bersama orang orang penting, kamu bukan salah satunya."

Sementara menurut Wiwin Wintarto penulis gramedia pustaka utama dalam akun pribadinya menjelaskan ada beberapa alasan yang membuat profesi jurnalis sangat menarik seperti dikutip Lensa Banyumas.

Baca Juga: Catatan Tertulis Modal Pengungkap Sejarah ,Jawad Yuwono : Mulai Menulis untuk Dikenang.

Kuliahnya, jika memang ingin memulai dari pendidikan formal, terhitung mudah. Mostly hanya berupa "kemukakan pendapatmu", dan matkul yang memusingkan cuman statistika dan metodologi penelitian. Kuliah di komunikasi jurnalistik masih menyisakan cukup banyak "napas" untuk bersantai atau mengerjakan hal-hal lain. Misal, menulis buku.

Jurnalistik adalah profesi keahlian (seperti dokter, lawyer, militer) yang bisa dimasuki dari perkuliahan apa saja, tak harus dari bidang disiplin ilmunya (ilmu komunikasi). Kayaknya belum pernah ada dokter yang sarjana sastra, atau notaris yang tadinya kuliah di teknik sipil. Tapi di jurnalistik, itu terjadi, all the time.

Jurnalistik adalah sedikit pekerjaan yang bisa dimulai tanpa harus membawa ijazah S1 terlebih dulu. Banyak wartawan yang sudah beneran kerja dengan menjadi penulis freelance saat masih mahasiswa (saya dulu mulai semester V). Nanti begitu wisuda tinggal mengajukan rekues agar dinaikkan jadi karyawan resmi di media-media massa tempat kita biasa nulis.

Baca Juga: Kenapa Sampah Tidak Dibuang ke Kawah Gunung Berapi ?

Dan karena rekam jejak serta kualitas tulisan sudah diketahui, proses itu pun berjalan mulus. Bisa jadi karyawan tanpa harus kirim surat lamaran, wawancara, psikotes, dan macam-macam, melainkan tinggal minta aja.

Bisa kenal pesohor (seleb) dari berbagai bidang, karena sebagai wartawan, kita bisa dipindah-pindah ke berbagai desk (dari entertainment ke politik ke ekonomi ke internasional ke otomotif). Dari sekadar kenalan pas interviu, pasti ada satu-dua yang beneran kenal baik dan jadi teman.

Berpengetahuan luas karena, itu tadi, kerap dirotasi ke banyak desk berbeda. Normalnya orang hanya tahu banyak soal dunia pekerjaannya saja. Tak demikian halnya dengan jurnalis.

Baca Juga: Sektor Infrastruktur PEN Mampu Serap TenagavKerja 1,2 Juta Hingga Pelosok Desa

Seorang jurnalis adalah teman mengobrol yang bernas. Ia bisa diajak ngomongin politik, olah raga, sastra, filsafat, klenik, spiritualisme, belok ke detail produksi film-film adult, biografi Miyabi, lalu berakhir di spekulasi soal letak Atlantis menurut buku Arysio Santos.

Bila beruntung, bakal sering ke luar negeri. Bukan untuk liburan atau backpacker-an, melainkan tugas liputan--yang pasti disangoni (dan di dalamnya pasti ada waktu untuk jalan-jalan). Bahkan bisa saja tugas ke luar negeri adalah untuk meliput film John Wick 4 lalu wawancara eksklusif sama Keanu Reeves!

Gaji yang tak besar bisa disiasati dengan pekerjaan sampingan. Dan kerjaan sampingan yang cocok untuk jurnalis adalah penulis buku, karena masih sesama dunia kepenulisan.

Baca Juga: Tahun 1870 Hotel Savoy Homann Bandung Sudah Ada, Awalnya terbuat dari Gedek Bambu

Jika hidup direncanakan secara strategis, kita akan menyiapkan bekal dan menumpuk ilmu serta meningkatkan kualitas SDM serta reputasi sehingga nanti pas umur 40 kita bisa melepaskan profesi jurnalis untuk mengejar karier pribadi sebagai penulis, kolumnis, motivator, atau apa pun.

"Itulah yang terjadi pada senior saya yang hebat di Suara Merdeka, Prie GS. Dulu dia ya sama saja dengan yang lain, jadi kuli tinta meski gaji tak besar. Namun karena melakukan perencanaan dengan cermat sembari memperkaya diri dengan ilmu, ia pun "lulus" menjadi nama besar bagi dirinya sendiri,"pungkas Wiwin.***

Editor: Cokie Sutrisno

Tags

Terkini

Terpopuler