Terkait Mudik, Pemerintah Seharusnya Dorong Cek Kesehatan Bagi Para Pemudik

- 7 April 2021, 20:32 WIB
Ilustrasi Mudik Lebaran. / Foto: ANTARA
Ilustrasi Mudik Lebaran. / Foto: ANTARA /

Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia juga mencoba peruntungan dengan menjadi pekerja freelance seperti mengajar di salah satu Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.

“Jadi lumayan dapat uang jajan buat kehidupan sehari-hari. Terutama akhir-akhir ini juga lumayan tuh karena banyak siswa yang ngaji dan les. Karena ketika di sekolah siswa-siswa juga belum pada masuk (paham), otomatis banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar. Nah momentum-momentum itu, saya manfaatkan untuk jadi guru freelance atau guru les privat,” urai Rizki.

Selama di perantauan dan hidup jauh dari orang tua, dia berusaha menyisihkan pendapatan untuk dibawa ke kampung halaman dan diberikan kepada keluarga yang ada di sana.

Jika dalam keadaan normal, Rizki akan mudik pada H-5 menjelang lebaran. Mudik agar tidak kepaten obor Bagi Rizki, mudik adalah momentum untuk mengingatkan pada sejarah kehidupan semasa kecil.

Mudik menurutnya, sebagai upaya menjalin silaturahim agar tidak kepaten obor (apinya termatikan).

“Setibanya di sana, sebagai tradisi orang kampung, kita mengunjungi sanak saudara. Jadi kalau bahasa Cirebon itu jangan sampai kepaten obor. Jangan sampai kita tidak tahu sejarah keluarga kita sendiri atau nasab kita sendiri,” lanjut Rizki.

Mudik baginya adalah momentum mengingatkan sejarah dan berkumpul bersama keluarga.

“Jadi secara nasab, ketika mudik, kita diperkenalkan lagi dengan keluarga besar yang mungkin sebelumnya belum kenal atau lupa. Jadi mudik itu bagi saya adalah momentum mengingatkan sejarah. Mudik adalah momentum pas untuk berkumpul keluarga. Setiap lebaran, di desa, semua keluarga besar saya berkumpul,” imbuhnya.***

Halaman:

Editor: Rama Prasetyo Winoto

Sumber: nu.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini