Menata Lanskap Demokrasi: Pemilu Damai dengan Meningkatkan Pencegahan Pelanggaran Pemilu dan Public Awareness

- 6 Februari 2024, 23:56 WIB
Ilustrasi Pemilu 2024
Ilustrasi Pemilu 2024 /prfmnews/

*Artikel ini ditulis oleh Cahyaningtias Purwa Andari

LENSA BANYUMAS- Mungkin kita sering mendengar istilah "mencegah lebih baik daripada mengobati". Ternyata, istilah tersebut tidak hanya berlaku dalam bidang kesehatan saja.

Dalam dunia pengawasan pemilu, gaung soal pentingnya pencegahan pelanggaran, semakin menggema. Hal tersebut bisa dilihat dari gencarnya sosialisasi dan pelatihan pencegahan Pemilu, yang sifatnya partisipatif melibatkan stakeholder dan masyarakat.

Tidak sedikit yang mempertanyakan indikator keberhasilan dari pengawasan pemilu. Apakah dari banyaknya yang ditindak atau justru sebaliknya?

Semakin banyak yang ditindak, artinya kegagalan bagi Divisi Pencegahan. Tetapi jika tidak ada yang ditindak, apakah benar pemilu ini berjalan dengan begitu mulusnya? Mari kita breakdown mengenai pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

Baca Juga: Cara Migrasi Hosting Aman, Minim Kehilangan Traffic saat Proses Berlangsung

Pencegahan Pelanggaran Pemilu

Gencarnya sosialisasi dan menjalin kemesraan di daerah yang masuk dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), bisa jadi langkah yang cantik dan halus. Daerah rawan tersebut, bukan dijadikan momok berbahaya yang harus dihindari, tetapi justru diberikan perhatian khusus.

Pola dan tren pelanggaran pemilu yang terjadi pada Pemilu dan Pilkada sebelumnya bisa menjadi acuan untuk memprediksi potensi kerawanan. Sebagaimana money politic yang kerap terjadi tiap Pemilu. Pola semacam ini masih terus berlaku untuk meraih suara dari pemilih.

Money politic dapat berbentuk pemberian uang tunai, pembagian alat ibadah, pemberian bahan bangunan rumah ibadah, pembagian kompor gas melalui program Pemerintah, hadiah lomba, beras yang menggunakan kemasan bergambar Peserta Pemilu, bibit tanaman, dan sebagainya.

Menariknya, dalam Indeks Kerawanan Pemilu 2024 yang diterbitkan Bawaslu RI muncul mekanisme baru dari money politic. Mekanisme ini berupa digital money politic dengan memanfaatkan teknologi.

Hal ini menjadi tantangan baru bagi Pengawas Pemilu dalam membenahi pelanggaran pemilu. Sebab, kehadiran beragam e-wallet tidak bisa dibendung. Terlebih Laporan penelitian East Ventures (2023) yang berjudul Digital Competitiveness Index 2023: Equitable Digital Nation, mengungkapkan e-wallet adalah metode pembayaran terbanyak di Indonesia dengan persentase 81 persen di tahun 2022.

Di sisi lain, data ini menunjukkan adanya potensi peningkatan ekonomi berbasis digital di Indonesia. Namun di tahun Pemilu, mengkhawatirkan jika dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melancarkan money politic. Sulit mendeteksi adanya transaksi melalui e-wallet jika tidak melakukan kolaborasi dengan seluruh elemen di dalamnya. Kolaborasi pun tidak menjamin, sebab terdapat banyak dalih yang bisa menguatkan tidak adanya transaksi khusus yang bertujuan mempengaruhi suara melalui pemberian digital money.

Arus kemajuan digital tidak bisa dibendung dengan cara yang mudah dan singkat. Kata kuncinya adalah awareness dari masing-masing masyarakat di Indonesia. Kerinduan masyarakat dengan sosok pemimpin yang sesuai dengan preferensi dan mampu mewakili suara rakyat. Pemimpin yang bekerja bukan untuk menguntungkan diri sendiri dan kelompok, namun untuk masyarakat secara keseluruhan.

Baca Juga: Fungsi Hosting Adalah: Mulai dari Sarana Website Terlihat Pengunjung Hingga Optimasi User Friendly

Urgensi Membangun Public Awareness

Bukanlah suatu hal mudah membangun awareness di masyarakat. Terlebih pada masyarakat apatis yang tidak peduli mau dibawa kemana Indonesia. Namun setidaknya bisa melakukan berbagai strategi yang mampu mempersuasi masyarakat melalui kampanye yang berkelanjutan.

Kampanye bisa dilakukan melalui dua arah, secara konvensional dan digital. Mengingat tidak semua masyarakat Indonesia aktif dalam menggunakan internet, terutama usia lanjut.

Secara konvensional, Pengawas Pemilu bisa merangkul Pengawas Partisipatif sebagai perpanjangan tangan. Hal ini berguna untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai sosok pemimpin yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik kepada masyarakat. Terutama menyasar partisipan yang dekat dengan masyarakat langsung secara grass root.

Partisipan yang dekat dengan rakyat menjadi sosok yang paling mampu mempersuasi, dan memahami kondisi emosional masyarakat secara langsung. Adanya Tokoh Masyarakat juga penting untuk memberikan arah perubahan persepsi masyarakat.

Interest Group yang memiliki kepentingan untuk membawa Indonesia lebih baik juga bisa dirangkul. Mendapatkan dukungan dari Pengawas Pemilu untuk melancarkan kampanye-kampanye menolak money politic.

Sasaran selanjutnya secara digital juga turut pro-aktif. Berdasarkan hasil penelitian APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) periode 2022-2023, jumlah pengguna internet di Indonesia angkanya mencapai 215,63 juta. Sementara jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) di Indonesia untuk Pemilu 2024 mencapai 204,8 juta pemilih (KPU, 2023). Jumlah pengguna internet bahkan lebih banyak dari jumlah DPT di Indonesia.

Terlalu primitif jika mengindahkan kemajuan digital untuk turut mempersuasi masyarakat. Menggandeng para influencer untuk memberikan pengertian kepada netizen mengenai pentingnya Indonesia di tangan pemimpin yang menyuarakan hati rakyat.

Media sosial menjadi arena bebas untuk siapa saja menyuarakan aspirasi dan pemikirannya. Seringkali hal ini dimanfaatkan untuk melakukan political campaign dalam menggiring isu-isu strategis demi keuntungan suara bagi Peserta Pemilu. Pengawas Pemilu juga harus mampu membaca pemetaan ini, untuk menangkis kebebasan persepsi.

Fenomena munculnya buzzer politik, berita hoax, misleading, disinformation, dan sebagainya menjadi Pekerjaan Rumah yang harus diselesaikan. Terlebih adanya fenomena itu sudah terbukti mampu membentuk political identity di masyarakat. Jangan sampai memecah dan memberikan kotak pada masyarakat majemuk berdasarkan identitas.

Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika dengan 1.340 suku bangsa. Bayangkan bagaimana terpecah belahnya Indonesia jika memberikan kotak pada masing-masing perbedaan, hanya karena Pesta Demokrasi yang terjadi setiap 5 tahun sekali ini.

Baca Juga: Perbedaan Hosting dan Domain, Layaknya Rumah dan Alamatnya

Harmonisasi Pemilu

Belakangan ini, pengawasan pemilu melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memang fokus pada pencegahan. Mengutip dari istilah kesehatan, bahwa pencegahan lebih baik. Bayangkan jika suatu penyakit tidak dicegah, bukan hanya kondisi fisik yang menurun, tetapi bisa saja berakibat fatal pada kematian.

Analogi tersebut sama halnya dengan pelanggaran Pemilu. Jika tidak dicegah, bayangkan seberapa banyak pelanggaran yang harus ditindak? Berapa banyak kegaduhan yang bisa berakibat hingga ke akar rumput?

Itukan sudah jadi tugas pengawas Pemilu untuk menindak pelanggaran? Memang betul, tetapi coba bayangkan betapa indahnya sebuah harmonisasi dan kedamaian. Daripada kita saling berseteru antara penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan masyarakat, saling dorong dan saling sikut, lebih baik duduk bersama sambil menikmati secangkir kopi.

Berbicara dari hati ke hati, sembari meneguk sedikit demi sedikit kopi panas ditemani kacang goreng. Rasanya, sampai pagi pun akan tidak terasa jika terjalin kemesraan antar pihak. Bukan hanya pengawas pemilu dan peserta pemilu saja yang bisa melakukan pencegahan pelanggaran pemilu, siapa saja boleh turut berpartisipasi.

Dari mesranya hubungan semua pihak, timbul rasa sungkan. Coba ingat lagi istilah "tak kenal maka tak sayang". Kalau kita saling kenal dengan baik, sudah pasti kita saling sayang. Kalau sudah sayang, hati tidak segan untuk saling menyakiti.

Strategi pencegahan tidak membutuhkan kekerasan, tetapi kelembutan hati, apalagi ditambah keaktifan, sudah pasti akan luluh. Kalau hanya setengah-setengah melakukan pendekatan, mana mungkin terjalin kemesraan.

Jangan anggap kalau tidak ada penindakan pelanggaran, pengawas pemilu tidak bekerja. Tetapi justru yang hatinya lembut-lembut ini, sudah mesra dengan potensi pelanggaran. Bagian garang-garang yang menindak Pemilu, tidak perlu sampai mengeluarkan otot. Cinta damai indah bukan?

Editor: Cahyaningtias Purwa Andari

Sumber: Opini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah