Terungkap! Larangan di Desa Jipang Erat Kaitannya dengan Makam Mbah Agung Ciliwet dan Sungai Logawa

- 6 Desember 2020, 22:40 WIB
Makam Mbah Agung Ciliwet
Makam Mbah Agung Ciliwet /IS/Lensa Banyumas

Lensa Banyumas - Bagi warga Desa Jipang, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, ada larangan mengucap kata ngliwet (menanak nasi-red). Jika itu dilanggar, maka nasi yang mereka masak tidak akan matang.

Larangan yang sudah berjalan sejak zaman nenek moyang ini berkaitan dengan keberadaan makam kuno yang dikenal dengan Makam Mbah Agung Ciliwet.

Sebuah kisah zaman Kadewataan yang menceritakan asal muasal adanya lesung dan alu, yaitu alat yang digunakan untuk menumbuk padi.

Baca Juga: Ngeri! Diprediksi Gempa dan Tsunami Dasyat akan Luluhlantakan Kota Padang

Dikisahkan, kala itu hiduplah sepasang suami istri (kaki dan nini) sebagai petani yang tinggal tidak jauh dari sungai Logawa.

Dalam cerita, sang nini mempunyai kelebihan melakukan pekerjaan di dapur, terutama dalam hal menanak nasi (ngliwet dalam bahasa Jawa).

Konon dalam menanak nasi, ia hanya menggunakan satu tangkai padi yang dimasak di dalam periuk, yang kemudian buliran-buliran padi itu akan berubah menjadi nasi.

Baca Juga: Ini Besaran UMK 2021 untuk Banyumas dan Daerah Lainnya di Jawa Tengah

Lebih ajaibnya lagi dalam kaisah itu, batang padi yang sudah digunakan tadi akan dikembalikan kembali ke dalam lumbung.

Hal sama terjadi, batang padi itu pun akan kembali seperti sediakala. Alhasil, simpanan padi di lumbung tidak pernah berkurang.

Suatu ketika, sepulang dari sawah, suaminya (Kaki) merasa heran lantaran tidak biasanya istrinya terlambat menyediakan makan siang. Kemudian ia pun mencari di dapur dan didapati ternyata nasinya belum matang.

Baca Juga: Merinding!! Disertai Aroma Dupa, Kursi Goyang di Pertapaan Jambe Lima Gunung Selok Bergoyang Sendiri

Karena tidak sabar sang suami pun membuka tutup periuk yang ternyata isinya butiran padi. Karena ketahuan, padi itu pun tidak bisa berubah menjadi nasi.

"Gara-gara konangan kue, ninine akhire jaluk digawekna lesung, alu, lumpang, tanpah, tampir karo irig . Alat-alat kue di enggo ngrumat pari ben dadi beras. (gara-gara ketahuan, istrinya meminta dibuatkan lesung, alu, lumpang, tanpah, tampir dan irig. Alat-alat tersebut digunakan untuk mengolah padi supaya menjadi beras)," seperti yang diceritakan Mbah Wakim sang juru kunci makam belum lama ini.

Baca Juga: Sidang Perdana Dugaan Sumpah Palsu di Banyumas, 4 Orang Saksi Dihadirkan di Persidangan

Berada di tengah area persawahan dan berdekatan dengan Sungai Logawa, Makam Mbah Agung Ciliwet berupa bangunan cungkup di bawah rimbunan pohon yang sudah berumur ratusan tahun.

Selain kisah tersebut, menurut Mbah Wakim, larangan mengucap kata ngliwet, juga ada kaitannya dengan keberadaan Sungai Logawa yang mempunyai arti 'yen wis loh mesti kegawa'.

"Maksudte kuwe, ana wektune yen sawah wis loh utawa wis saking subure, ora suwe mesti kegawa banjir, (Ada kalanya area pertanian yang berada di sekitar sungai ketika sudah sangat subur akan terbawa banjir-red)," jelasnya.

Baca Juga: Misteri Pertapaan Jambe Lima, Pusat Wisata Religi di Gunung Selok Cilacap

"Mulane ben pada isa mangan, wong kene ora kene ngomong liwet, tapi masak. (Makanya biar pada bisa makan, orang sini tidak boleh ngucap ngliwet, tetapi masak)," tambahnya.

Selain keberadaan Makam Mbah Agung Ciliwet, di Desa Jipang, tepatnya di Grumbul Grugag juga terdapat sebuah makam yang diyakini berkaitan erat dengan larangan tersebut.

Menurut masyarakat sekitar, makam tersebut merupakan makam Mbah Ayu Siti Pertiwi atau Mbah Ayu Siti Pertimah, yang juga dikenal dengan sebutan Mbok Dewi Sri atau Dewi Padi.

Baca Juga: Apa Kabar Vaksin Merah Putih? Simak Penjelasannya

"Manut ceritane pinisepuh gemiyen, antara Mbah Agung Ciliwet karo Mbah Siti Pertiwi kuwi ana kaitane. (Menurut cerita sesepuh para sesepuh terdahulu, antara Mbah Agung Ciliwet dengan Mbah Ayu Siti Pertiwi itu ada kaitannya)," tutur Mbah Wakim.

Sebagai tempat yang masih disakralkan, di kedua makam keramat tersebut juga menyimpan banyak cerita-cerita diluar nalar. Salah satunya adalah kejadian banjir bandang Sungai Logawa yang terjadi di tahun 50-an, tahun 70-an dan tahun 1994.

Menurut cerita, banjir bandang yang menerjang tidak membanjiri kedua makam tersebut, padahal makam-makam tersebut berada persis di tepian sungai.

Baca Juga: Ada Bantuan Subsidi Sewa Modal di PT Pegadaian, Syaratnya Gampang Banget!

Selain itu ada juga kejadian aneh yang dialami sendiri oleh Mbah Wakim di Makam Mbah Agung Ciliwet, yaitu saat ia sedang membersihkan makam.

Sebagai juru kunci, Pak Wakim memang wajib membersihkan Makam dua kali dalam seminggu yaitu setiap hari Minggu dan hari Rabu.

Ia mengungkapkan, ketika dirinya sedang membersihkan makam sendirian, tidak tahu kapan datangnya, ada seseorang yang menghampiri dan menawarkan diri turut membantu membersihkan makam.

Baca Juga: Cair November dan Desember 2020, Ini Syarat Penerima BSU tenaga pendidik nonPNS

"Ora ngerti tekane, ijik-ijik wis nang sebelahku trus ngomong tek rewangi ya pak, (tidak tahu datangnya, tahu-tahu sudah di samping saya trus bilang mau membantu-red)," ucapnya.

Saat ditanya, lanjutnya, orang tersebut hanya menjawab dari Karanglewas. Menurut cerita orang terdahulu, Karanglewas memiliki arti 'wong lawas'.

Dan benar saja, setelah seluruh area makam sudah bersih, tanpa disadari oleh Mbah Wakim, orang tersebut pun sudah tidak ada, dan tidak tahu kemana perginya.

Baca Juga: Gawat! Kasus Covid-19 di Banyumas Semakin Meningkat, Achmad Husein: Sudah Tidak Terkendali

Baca Juga: Menggiurkan! Ada Bantuan Modal Usaha dari Kemensos, Segera Cek Cara Mendapatkannya Disini

Baca Juga: Kasus Covid-19 Akibat Transmisi Lokal Tak Terkendali, Bupati Banyumas Tegaskan Ini!

"Mulane nganti siki saben bersih-bersih makam yen ana wong teka ngakune sekang karanglewas, nyong gur ngucap nang batin, Maturnuwun mbah wis direwangi. (Makanya sampai sekarang setiap bersih-bersih makam, kalau ada yang datang dan mengaku dari Karanglewas, Saya hanya mengucap dalam hati, terimakasih mbah sudah dibantu-red)," terangnya.

Diceritakan pula bahwa makam ini dulunya juga menjadi salah satu tempat yang dipergunakan oleh Raden Kamandaka untuk bertapa.

Ada juga yang menyakini, Mbah Agung Ciliwet adalah tokoh yang konon diperintahkan oleh Kamandaka untuk menjaga tempat tersebut.

Baca Juga: Jangan Lewatkan BST Rp300 Ribu Bulan Desember, Segera Cek NIK KTP di Link Ini!

Baca Juga: KPC PEN Dorong Masyarakat Produktif Kembali Guna Bangkitkan Perekonomian

Baca Juga: Carut Marut Bisnis Hunian di Purwokerto, Begini Kata Ketua Pijar

Hingga saat ini, makam Mbah Agung Ciliwet masih banyak didatangi peziarah dengan berbagai maksud dan tujuan, terutama pada hari-hari baik dalam penanggalan Jawa.

Selain terdapat makam Mbah Agung Ciliwet, di area tersebut juga terdapat beberapa makam yang diyakini sebagai makam-makam anak turunnya.***(IS)

Editor: Henoh Prastowo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini